Dampak Meditasi
Dampak Meditasi – Saat ilmuwan Barat mulai meneliti efek meditasi pada tahun 1970-an, mereka melihat bahwa detak jantung, keringat, dan tanda-tanda stres lainnya berkurang saat seseorang bermeditasi dan mulai rileks. Seorang ilmuwan bernama Richard Davidson, PhD dari University of Wisconsin, tertarik untuk meneliti dampak meditasi dalam jangka panjang.
Pada tahun 1992, Davidson diundang oleh Dalai Lama ke India Utara untuk meneliti aktivitas otak para biksu Buddha, yang dianggap sebagai meditator paling ahli di dunia. Dia membawa komputer laptop, generator, dan alat perekam EEG (elektroensefalografi) untuk memulai penelitian yang masih berlangsung hingga sekarang. Saat ini, para biksu bahkan datang ke laboratoriumnya di Wisconsin untuk bermeditasi di dalam mesin pencitraan otak atau menonton gambar-gambar mengganggu sambil direkam dengan EEG untuk memahami bagaimana mereka mengontrol reaksi emosional mereka.
Setiap aktivitas yang dilakukan secara rutin, termasuk meditasi, dapat menciptakan jalur baru dalam otak dan memperkuat area tertentu. Dalam sebuah artikel di New York Times (14 September 2003), seorang ahli saraf dari Harvard, Stephen Kosslyn, mengatakan, “Ini sesuai dengan penelitian tentang keahlian dalam ilmu saraf. Misalnya, sopir taksi melatih ingatan spasial mereka, dan musisi melatih kepekaan terhadap nada. Jika seseorang melakukan sesuatu selama 20 tahun, delapan jam sehari, pasti ada perubahan dalam otaknya dibandingkan dengan orang yang tidak melakukannya. Itu sudah pasti.”
Para biksu biasanya berlatih tiga jenis meditasi:
1) Fokus perhatian – berkonsentrasi pada satu objek dalam waktu lama.
2) Mengembangkan belas kasih – membayangkan situasi yang memicu amarah, lalu mengubah emosi negatif menjadi rasa kasih sayang.
3) Kesadaran terbuka – menyadari setiap pikiran, emosi, atau sensasi yang muncul tanpa bereaksi terhadapnya.
Setelah memahami bagaimana meditasi memengaruhi otak para biksu, Davidson ingin tahu apakah ada dampak yang sama pada pemula. Maka, ia melakukan penelitian dengan 41 karyawan di sebuah perusahaan bioteknologi di Wisconsin (Psychosomatic Medicine 65: 564-570, 2003). Sebanyak 25 peserta diajarkan meditasi mindfulness, sebuah metode yang mengajarkan kesadaran penuh terhadap momen saat ini tanpa menghakimi. Metode ini dikembangkan oleh Jon Kabat-Zinn.
Para peserta menjalani pelatihan meditasi dalam sesi retret selama 7 jam serta mengikuti kelas mingguan. Selama 8 minggu, mereka diminta bermeditasi selama 1 jam sehari, 6 hari dalam seminggu. Aktivitas otak mereka diukur sebelum pelatihan, setelah 8 minggu, dan 4 bulan kemudian.
Hasilnya menunjukkan peningkatan aktivitas di bagian kiri otak depan, area yang berhubungan dengan penurunan kecemasan dan peningkatan emosi positif. Selain itu, di akhir periode penelitian, para peserta dan kelompok kontrol yang tidak bermeditasi diberikan vaksin flu untuk menguji respons imun mereka. Setelah satu bulan dan dua bulan, peneliti mengambil sampel darah dan menemukan bahwa kelompok yang bermeditasi memiliki lebih banyak antibodi terhadap virus flu dibandingkan kelompok yang tidak bermeditasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meditasi bukan hanya berdampak pada ketenangan pikiran, tetapi juga bisa meningkatkan kesehatan fisik secara keseluruhan.